Transnusi.com Jakarta — Sekretaris Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Sri Purwaningsih menyampaikan bahwa pada 25 Juli 2022 telah ditetapkan pembentukan tiga Daerah Otonomi Baru (DOB) yaitu Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan.
Selanjutnya, pada 11 November 2022 telah dilakukan pelantikan terhadap tiga Penjabat (Pj) Gubernur oleh Menteri Dalam Negeri kemudian dilanjutkan dengan pelantikan Pj. Sekretaris Daerah pada 15 November 2022.
“Selamat kepada tiga daerah tersebut dan diharapkan Pemerintah Daerah Otonomi Baru dapat segera melakukan penyesuaian dan pemenuhan terhadap pelaksanaan pembangunan daerah khususnya penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM),” ungkap Sri Purwaningsih atau yang akrab disapa Nining pada saat pembukaan rapat finalisasi penyusunan dokumen Rencana Aksi Penerapan SPM untuk Daerah Otonomi Baru Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan yang digelar pada Senin, (28/11/2022) di Acacia Hotel Jakarta.
Nining menambahkan Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri terbuka apabila ada hal-hal yang perlu didiskusikan atau dikonsultasikan kepada Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri selaku Tim Sekretariat Bersama SPM di tingkat pusat. SPM, kata Nining, merupakan urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang sejalan dengan amanat Pasal 18 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan turunannya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal dan Peraturan Menteri Teknis SPM.
Pasal 18 dan Pasal 298 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 diamanatkan bahwa penyelenggara pemerintahan daerah dan belanja daerah diprioritaskan untuk pelaksanaan dan mendanai urusan pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar yang ditetapkan dengan Standar Pelayanan Minimal.
Baru-baru ini, pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sesuai amanat Pasal 130 ayat 1 yang menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) digunakan untuk memenuhi pencapaian SPM berdasarkan tingkat capaian kinerja layanan daerah.
Pada Pasal 141 ayat (1) dan Pasal 144 ayat (2) menyatakan bahwa pemerintah daerah menyusun program pembangunan daerah berorientasi pada pemenuhan SPM dan belanja daerah untuk pemenuhan kebutuhan pencapaian SPM.
“Pelaksanaan urusan wajib pelayanan dasar yang dilaksanakan dengan SPM diharapkan dapat menjamin terwujudnya pemenuhan hak masyarakat sesuai kriteria serta memberikan akses terhadap setiap masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar yang wajib diberikan atau diselenggarakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” terang Nining.
Nining mengatakan Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Permendagri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar Pelayanan Minimal yang merupakan pengganti dari Permendagri Nomor 100 Tahun 2018 tentang Penerapan Standar Pelayanan Minimal, Permendagri Nomor 81 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan RKPD Tahun 2023, Permendagri Nomor 84 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2023, Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah, Jo. Kepmendagri 050-5889-2021 tentang Hasil Verifikasi, Validasi dan Inventarisasi Pemutakhiran Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah.
Kementerian dan lembaga teknis menindaklanjuti hal tersebut dengan mengeluarkan Permenteknis terkait SPM yaitu Permendikbud Nomor 32 Tahun 2022 untuk bidang Pendidikan, Permenkes Nomor 4 Tahun 2019 bidang Kesehatan, PermenPUPR Nomor 29 Tahun 2018 bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Permensos 9 Tahun 2018 bidang Sosial dan Permendagri 121 Tahun 2018 Sub Bidang Trantibum, Permendagri 101 Sub Bidang Bencana dan Permendagri 114 Tahun 2018 Sub Bidang Kebakaran.
Nining menjelaskan dalam pemenuhan pelayanan dasar di daerah melalui tahapan atau proses perencanaan yang menggambarkan aktivitas penyediaan barang jasa, sarana dan prasarana, sumber daya manusia. Hal ini dilakukan dengan cara menyusun dokumen rencana aksi penerapan SPM yang ditetapkan dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah. Amanat ini tertuang dalam Pasal 19 dan 21 Permendagri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan SPM, yang mana Tim Penerapan SPM provinsi dan kabupaten/kota memiliki tugas diantaranya adalah Mengkoordinasikan Rencana Aksi Penerapan SPM dalam bentuk peraturan kepala daerah baik gubernur, bupati dan walikota yang diprakarsai oleh biro dan bagian tata pemerintahan.
“Asistensi dalam penyusunan Rencana Aksi Penerapan SPM di daerah yang dilakukan Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri sebagai langkah dan upaya percepatan pelaksanaan penerapan SPM di daerah,” kata Nining.
Hal ini lantaran dokumen Renca Aksi merupakan roadmap pelaksanaan penerapan SPM dan sebagai alat ukur komitmen pencapaian target penyelenggaraan SPM di daerah serta memberikan umpan balik, khususnya rekomendasi bagi pelaksanaan SPM pada tahun berikutnya. Kepada tiga Daerah Otonomi Baru, Nining berpesan agar memperhatikan tiga hal dalam implementasi penerapan SPM. Pertama, lakukan pembentukan dan penguatan Tim Penerapan SPM yang didukung dengan anggaran dan penyediaan sumber daya aparatur guna mendorong intensitas koordinasi penerapan SPM.
Kedua, segera menyusun rencana aksi penerapan SPM yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Kepala Daerah dan paling lama 30 Maret 2023 dan disampaikan kepada Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri selaku Sekretariat Tim Sekber SPM di tingkat pusat.
Ketiga, secara khusus provinsi induk Papua, diminta bantuan dan kerja samanya agar mengkoordinasikan penyusunan Rencana Aksi kepada seluruh kabupaten dan kota di wilayahnya.
Laporan : Sadikin Rahmat