Transnusi.com Makassar — Kasus korupsi tambang pasir laut Takalar menyita perhatian pelbagai pihak. Pasalnya tidak ada satu pun dari tiga tersangka berasal dari pihak kontraktor.
Padahal pihak kontraktor yang paling diuntungkan dengan adanya selisi harga yang ditetapkan. Hal ini terlihat dari pengembalian kerugian negara sebesar Rp7,6 miliar yang dilakukan dua kontraktor.
Data yang dilansir dari Kejati Sulsel menunjukkan pada 6 Desember 2022 pihak PT Alefu Karya Makmur melakukan pengembalin Rp4,579 miliar. Kemudian disusul pengembalian dilakukan oleh PT Banteng Laut Indonesia sebesar Rp2 miliar. Terakhir ada 11 Mei kembali dilakukan pengembalian Rp482 juta oleh direktur PT Banteng Laut Indonesia, Akbar Nugraha
Direktur Lembaga Anti Korupsi Sulsel (Laksus), Muh Ansar mengatakan dirinya kaget dengan perkara korupsi tambang pasir laut Takalar. Dimana semua tersangka yang berjumlah tiga orang semuanya dari pihak pemerintah. Lantas pihak ketiga tidak dijerat.
Pada pasal 4 UU Tipikor menyebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana.
“Dengan adanya pengembalian maka dipastikan dia mengakui mendapatkan keuntungan. Jadi sangat jelas kontraktor dalam perkara tersebut harus segera ditersangkakan juga,” kata, Ansar, Minggu, 4 Juni.
Lebih lanjut pria pencinta ayam ini menuturkan dia berharap agar penyidik Kejati Sulsel terus mengembangkan perkara tersebut. Pasalnya jika melihat dari kronologi terbitnya aturan di Pemkab Takalar melibatkan banyak pihak. Semua pihaknya yang terlibat juga harus ikut bertanggujawab.
Jikan hanya tiga tersangka dari pemkab Takalar terkesan hanya pelanggaran retribusi. Unsur korupsinya tidak mengenah.
“Kasus korupsi itu tersetruktur dan sistematis. Sehingga melibatkan banyak pihak,” akunya.
Kasipenkum Kejati Sulsel, Soetarmi mengatakan penyidikan kasus tambang pasir laut Takalar masih terus dilakukan. Buktinya meski tersang pertama telah disidangkan, penyidik tetap menetapkan tersangka lain yang terlibat.
“Terbaru adalah penetapan tersangkan Kabid dan mantan Kabid Pajak dan Retribusi Daerah BPKD Takalar. Sedangkan Gazali Mahmud juga telah disidangkan,” ungkapnya.
Kasus ini berawal pada Februari 2020 sampai Oktober 2020 di wilayah Kecamatan Galesong Utara telah dilakukan pengerukan tambang pasir. Dimana dipengerukan tersebut dilakukan oleh PT Boskalis Internasional Indonesia.
Hasil tambang tersebut digunakan untuk reklamasi proyek pembangunan Makassar New Port Phase 1B dan 1C. Dimana saat itu tersangka menggunakan nilai pasar / harga dasar pasir laut sebesar Rp7,5 ribu yang bertentangan dan tidak sesuai dengan nilai pasar. Dimana dalam Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 1417/VI/TAHUN 2020 tanggal 05 Juni 2020 tentang Penerapan Harga Patokan Mineral Bukan Logam dan Batuan Dalam Wilayah Provinsi Sulsel, sebesar Rp10 ribu per meter kubik. (edo)