Transnusi.com Makassar — Tersangka kasus dugaan gratifikasi pungutan liar (Pungli) atau cash back anggaran media DPRD Kota Makassar tahun 2021, mantan Kasubag Humas, Taufiq Natsir bakal melakukan upaya Justice Colabolator (JC).
Hal tersebut diungkapkan kuasa hukumnya, Rhamdany Tri Saputra, SH yang mengatakan upaya justice colabolator ditempuh mengingat kliennya bukan pelaku utama dalam kasus tersebut.
“Yang kami siapkan bahwa klien kami bukan pelaku utama. Dia bukan pucuk pimpinan bukan juga yang menangani kerjasama di tahun 2021,” ungkapnya dalam konferensi pers di Warkop Nusantara Jl. Skarda N Kompleks Mangasa Permai, Ruko No. 3 Makassar, sabtu malam (28/01/23).
Berdasarkan dari pengakuan kliennya, kata dia, hampir semua pucuk pimpinan atau pemegang kebijakan di DPRD Makassar sudah menikmati hasil dugaan Pungli berupa cash back anggaran media tersebut.
“Berdasarkan informasi klien kami, hampir semua pimpinan pernah merasakan ini termasuk mantan sekwan dan sekwan sekarang itu menikmati,” jelasnya.
Ramen sapaan akrab Ketua LBH Ansor Sulsel ini menilai, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar kurang teliti dalam kasus tersebut tanpa memperhatikan Pasal 5 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Yang kami lihat pihak kejaksaan kurang teliti, pasal 5 UU Tipikor, setiap orang memberi dan menerima. Memberi ini kemana? apakah sudah diperiksa atau bagaimana? Kami bersurat untuk melakukan pengembangan. Supaya kita tahu siapa saja yang turut menikmati,” jelasnya.
Olehnya, pihaknya juga meminta pihak penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar untuk melakukan uji lab forensik.
“Kami juga meminta kejaksaan untuk lab uji forensik tulisan tangan ketua DPRD Kota Makassar, Rudianto Lallo. Di situ ada tulisan seolah-seolah mengarahkan dan meminta cash back ke rekan media yang ada di kerjasama publikasi sekretariat DPRD Makassar,” jelasnya.
Ramen berharap agara penyidik Kejari Makassar tidak tebang pilih dalam menangani perkara yang menyebabkan kliennya menjadi tersangka.
“Semoga terlaksana sehingga kita bisa mengetahui otak dari dugaan tindak pidana korupsi. Kemudian ada bukti juga yang dilampirkan terkait aliran dana dari yang dimaksud cash back tersebut yaitu program yang tidak ada dalam pagu DPRD Makassar. Ada beberapa alat bukti bahwa itu lari ke pribadi, iklan pribadi dan podcast,” tandasnya.
Diketahui, dalam kasus ini kerugian negara berdasarkan perhitungan Kejari Makassar dan Inspektorat senilai Rp. 560 juta.
“Klien kami diminta melakukan pengembalian sedangkan disangkakan pungli atau gratifikasi. Olehnya kami meminta Kejari Makassar tidak tebang pilih. Karena sampai detik ini tersangka cuma satu orang yaitu klien kami Taufiq Natsir yang mana dalam BAP Inspektorat, ada tiga pemegang dana yaitu staf humas. Kami juga sudah menyampaikan kemana saja aliran uang ini yang dicurigai sebagai pungli,” tandasnya.
Terkait Kasus dugaan gratifikasi/pungli yang disangkakan kepada kliennya, Ramen berharap kejari Makassar melakukan pengembangan dan pemeriksaan lebih mendalam berdasarkan pasal 5 dan pasal 26 A UU No 20 tahun 2001. Yang dimana pasal 5 pada dasarnya menitikberatkan tindak pidana korupsi kepada setiap orang yang memberi atau menjanjikan gratifikasi/pungli kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Sedangkan pasal 26 A pada dasarnya menitikberatkan kepada alat bukti petunjuk yang sah selain yang dituangkan dalam pasal 188 ayat (2) Kuhap , adalah alat bukti lain berupa informasi dan berupa dokumen-dokumen lainnya.
“Sehingga kami selaku penasehat hukum Andi Taufiq Natsir meminta untuk segera dilakukan pemeriksaan lebih mendalam pengembangan terhadap pemberi gratifikasi, pelaku lain sesuai dengan alat bukti yang telah klien kami lampirkan kepada pihak kejari Makassar,” pungkas Ketua LBH Ansor Sulsel.
Laporan : Sadikin Rahnat