Pemenang Tender PSEL Wanprestasi, Pemkot Makassar Harus Tunjuk Investor Baru

Solidaritas Aktivis Geruduk KPK, Desak Penyelesaian 3 Kasus Korupsi di Pemkab Polman

Transnusi.com Makassar Pemenang tender proyek PSEL Makassar, PT Grand Puri Indonesia, dinilai wanprestasi karena gagal memenuhi batas waktu penandatanganan kontrak. Karenanya, Pemkot Makassar diminta menganulir PT Grand Puri dan menunjuk investor baru.

“PT Grand Puri Indonesia wanprestasi terhadap batas waktu penandatanganan kontrak. PT Grand Puri harus segera dieliminasi oleh pemkot dan menunjuk penggantinya yakni pemenang cadangan pertama,” ujar Direktur Laksus Muhammad Ansar, Rabu (14/08/2024).

Bacaan Lainnya

Menurut Ansar, batas waktu yang diberikan kepada PT Grand Puri sudah lewat. Jika kondisi ini tak segera disikapi akan berdampak pada penyelesaian proyek.

Bukan tidak mungkin kata dia, akan muncul ekses hukum di kemudian hari. Ansar melihat, PT Grand Puri tidak punya komitmen kuat dalam merealisasikan proyek PSEL.

“Kelihatannya PT Grand Puri memang tidak mampu. Baik dari segi finansial maupun administratif. Buktinya sampai sekarang proyek ini masih terganjal banyak dokumen administratif. Itu gagal mereka selesaikan,” ketus Ansar.

Karenanya, Ansar mendesak agar status PT Grand Puri segera dianulir. Pemkot harus menunjuk investor baru yakni pemenang cadangan pertama.

Seperti diketahui wali kota Makassar mengeluarkan surat penunjukkan pemenang tender kepada konsorsium SUS tersebut dengan Nomor 660.01/205/DLH/II/2024 tertanggal 5 Februari 2024. Dengan persyaratan bahwa pemenang berkewajiban membentuk korporasi mitra pelaksana KSPI yang akan melakukan tanda tangan kontrak selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal penunjukkan tersebut.

Kata Ansar, jika mengacu pada jadwal penunjukan, mana penandatangan kontrak jatuh tempo pada 5 Agustus 2024. Fakta yg terjadi adalah konsorsium tersebut gagal menyelesaikan masalah legalitas tanah yang diajukan sebagai lokasi proyek PSEL.

Lokasi yang ditunjuk adalah kawasan Gren Eterno, Tamalanrea. Hanya saja, lokasi ini sedang dalam sengketa hukum.

“Dan sengketa ini masih berlangsung sampai sekarang. Lokasi ini tidak bisa dipaksakan karena dalam status gugatan,” ujar Ansar.

Selain sengketa lahan, konsorsium yang dibentuk PT Grand Puri juga gagal menyerahkan jaminan pelaksanan proyek senilai Rp100 miliar kepada Pemkot Makassar.

“Jaminan Rp100 miliar adalah kewajiban sebagai pelaksana proyek. Tapi jaminan itu sampai sekarang tidak diserahkan,” sebut Ansar.

Bahkan Ansar mengaku mendapat informasi bahwa pihak PT Grand Puri meminta keringanan uang jaminan agar bisa diangsur bertahap. Mereka meminta skema penyerahan 3 tahapan dengan nilai Rp40 miliar, Rp40 miliar dan Rp20 miliar.

“Hal ini tentu sangat bertentangan dengan aturan yang berlaku. Bahkan cenderung memperlihatkan ketidakmampuan konsorsium pemenang tersebut menjalankan kewajibannya secara profesional. Persyaratan kewajiban jaminan pelaksanaan proyek kan jelas tertulis pada surat penunjukkan pemenang yabg diteken oleh wali kota,” paparnya.

Ansar mengingatkan Pemkot Makassar agar tidak memaksakan PT Grand Puri melanjutkan proyek. Sebab ini bisa membuka peluang masuknya investigasi hukum.

Seperti diketahui, sebelumnya investor telah menunjuk Gran Eterno sebagai lokasi proyek PSEL. Tapi lokasi ini bermasalah karena masih dalam status sengketa hukum.

Sebelumnya, Direktur Laksus Muhammad Ansar juga mendesak agar lokasi di Gran Eterno dianulir.

“Yang ditunjuk ini lahan bermasalah (Gran Eterno). Artinya seluruh proses kontrak juga cacat secara administratif,” ujar Ansar.

Menurut Ansar, dengan legalitas yang tak jelas, sebaiknya kontrak dibatalkan. Sebab kata dia, jika proses tetap dipaksakan, investor dan Pemkot Makassar bisa ikut terseret masalah hukum.

“Pemkot Makassar dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) akan menjadi pihak yang paling bertanggung jawab. Karena menempatkan proyek pada lahan bermasalah. Otomatis proses pembebasannya secara hukum juga cacat. Jadi sekali lagi saya ingatkan, kontrak harus segera dibatalkan,” tandas Ansar.

Ansar mengaku akan melaporkan kasus ini ke penegak hukum jika kontrak proyek PSEL tetap berlanjut. Ia juga menilai, ada proses yang dipaksakan dari awal.

Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga merespons proses yang terjadi dalam proyek PSEL. KPK mengatakan, potensi penyimpangan pada proyek PSEL harus ditutup sejak dini.

“Pada prinsipnya proyek proyek pemerintah itu selalu dimonitor KPK. Itu memang sudah menjadi domain KPK,” ujar Ketua KPK sementara Nawawi Pomolango.

Nawawi menyebutkan, KPK memberi atensi pada proyek dengan nilai investasi besar. Sebab banyak proses yang terjadi, yang memungkinkan membuka ruang-ruang penyimpangan.

“Dan ini kan (PSEL) investasinya besar. Celah-celah terjadinya potensi penyimpangan kita pantau,” jelasnya.

Selain itu, Nawawi juga mendorong masyarakat proaktif mengawasi jalannya proyek. Kata dia, jika ada indikasi penyimpangan pada proses pelaksanaan, harus segera dilaporkan.

“Istilahnya dengan pemantauan bersama, potensi korupsi bisa ditutup,” ucapnya.

Internal KPK kabarnya telah menurunkan tim untuk memantau proses penyelesaian lahan di lokasi proyek.

Saat ditanya apakah ada laporan terkait proyek PSEL, ia mengatakan, pemantauan KPK bukan semata didasarkan pada laporan. KPK kata dia bekerja mandiri.

“Itu otomatis ya. Tapi diawal tim hanya memantau proses yang ada dulu,” ucapnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *