Rumah Beton Milik CV Lalomerui Perkasa Yang Berdiri Diatas Lahan Hutan Produksi Konversi

Transnusi.com Kendari  Adoha, Antero, dan Juwarna mereka adalah Petani di Desa Lalomerui, Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe.

Sudah 14 hari mereka tidak bisa beraktifitas seperti biasa lagi, mereka tidak bisa bercocok tanam lagi. Muliadi bersama kedua rekannya kini berhadapan dengan polisi dan sudah ditetapkan sebagai tersangka atas perbuatan yang ia anggap bukanlah kejahatan. Menakutkan.

Bacaan Lainnya

Adoha,Antero, dan Juwarna ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Konawe karena diduga melakukan pengerusakan hutan gara-gara menebang pohon diatas lahan milik leluhurnya sendiri.

Warga di Desa Lalomerui, Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe dihuni oleh masyarakat yang masih memiliki hubungan kekeluargaan satu sama lain.
Mereka merupakan keluarga besar Towaru Mopute dan pemilik secara komunal tanah ulayat leluhur Towaru Mopute secara turun temurun.

Banyak masyarakat bekerja sebagai petani merica. Secara administrasi, Desa Lalomerui masuk wilayah Kabupaten Konawe. Kampung ini berjarak 138 km dari Kota Kendari.

Jalanan di Desa Lalomerui masih berupa jalan pengerasan. Jalan ini memanjang mengikuti kampung dan menjangkau sebagian kebun warga, berupa kebun sawit peninggalan perusahaan sawit yang pernah beroperasi di sana.

Sejak pagi, banyak melintas Truk Roda 8 hingga Dumptruck yang memuat kayu dan pasir diduga merupakan hasil perambahan hutan produksi konversi dan penambangan illegal di daerah tersebut.

Dari puluhan pondok yang berada di kawasan hutan produksi Desa Lalomerui hanya satu rumah beton milik CV Lalomerui Perkasa yang berdiri diatas lahan hutan produksi konversi.

Keluarga besar Towaru Mopute yang berada di Desa Lalomerui, Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe mengalami ketakutan yang sama, ditangkap polisi dan dipenjara dengan tuduhan: merusak hutan. Di kampung itu.

Beberapa orang warga kembali mendapatkan panggilan dari Polres Konawe karena dituduh merusakan hutan setelah membangun pondok diatas tanah leluhurnya sendiri.

Desa Lalomerui dan kebun-kebun milik warga diklaim bagian dari kawasan hutan produksi konversi. Sementara masyarakat yang sudah turun-temurun tinggal, bersikukuh bahwa tempat tinggal dan kebun mereka adalah milik leluhurnya yang sudah dikelola puluhan tahun tanpa pernah ditinggalkan atau dialihkan ke pihak lain.

Saling klaim antara warga dan Kehutanan terus berlangsung dan belum menunjukkan babak akhir. Pihak kehutanan cenderung mengutamakan pendekatan penegakan hukum terhadap keberadaan petani yang turun-temurun tinggal di dalam atau sekitar kawasan hutan.

Pemidanaan petani terus berlangsung, bahkan terjadi seperti bergiliran, satu persatu petani mendapat giliran berhadapan dengan proses hukum, diancam dan pondoknya di Police Line oleh Polres Konawe. Adoha, Antero, dan Juwarna sudah merasakan penjara, dan diantara mereka tak berani mendiami kembali lahan tersebut.

Ahli waris dan juga keturunan Keluarga besar Towaru Mopute , Didin, Daswan, dan banyak petani merasa harus berbuat sesuatu, kemenangan harus berada di tangan para petani keturunan Towaru Mopute .

Mereka berharap bisa merdeka dari belenggu ketakutan yang ingin memenjarakan mereka saat berada di kebun atau di tanah mereka.

Para Petani berjibaku memberi dukungan pada Adoha,Antero, dan Juwarna. Keluarga besar Towaru Mopute berharap Adoha,Antero, dan Juwarna bisa bebas dan berkumpul kembali bersama keluarganya.

Untuk membantu keluarga Adoha,Antero, dan Juwarna. Keluarga besar Towaru Mopute berjibaku dan berinisiatif mengumpulkan uang yang akan diberikan pada anak dan istri Adoha,Antero, dan Juwarna.

Harapan besar Keturunan Towaru Mopute disana, mereka berharap lahan HPK seluas 1980 Hektare itu disisihkan untuk mereka sebesar 520 hektare untuk di jadikan pemukiman dan lahan pertanian guna untuk menjaga kelestarian hutan dan menjaga ratusan makam leluhurnya di kawasan tersebut.

 

Sumber : Ikhsan

Laporan : Ridwan 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *